Ada beberapa proses pembuatan batik tulis, yaitu:
1) Nglowong, yakni menggambari kain dengan lilin, baik dengan menggunakan canting tangan maupun dengan menggunakan cap (stample). Sifat lilin yang digunakan dalam proses ini harus cukup kuat dan renyah. Jenis malam ini digunakan agar supaya lilin mudah dilepaskan dengan cara dikerok karena bekas gambar dari lilin ini nantinya akan diberi warna coklat. Nglowong ada dua tingkatan yaitu: ngéngréng dan nerusi (menggambar pada pemukaan kain lainnya).
2) Nembok, proses hampir sama dengan nglowong tetapi lilin yang digunakan lebih kuat karena lilin ini dimaksudkan untuk menahan zat warna biru (indigo) dan coklat (soga) agar tidak menembus kain. Bedanya dengan nglowong adalah nembok dimaksudkan untuk menahan warna, sedangkan nglowong dimaksudkan untuk menggambar dan menjadi tempat warna coklat setelah dikerok.
3) Wedelan, proses untuk memberi warna biru dengan menggunakan indigo (napthol) yang disesuaikan dengan tingkat warna yang dikehendaki.
4) Ngerok, untuk menghilangkan lilin klowongan untuk tempat warna coklat. Ngerok dikerjakan dengan potongan kaleng dengan lebar kurang lebih 3 cm dan panjang kurang lebih 30 cm yang ditajamkan sebelah, lalu dilipat menjadi 2. Alat ini kemudian disebut dengan cawuk.
5) Mbironi, kain yang telah selesai dikerok bagian-bagian yang diinginkan tetap berwarna biru dan putih (cecekan/titik-titik) perlu ditutup dengan lilin dengan menggunakan canting tangan, maksudnya agar bagian tersebut tidak kemasukkan warna lain bila di soga.
6) Nyoga, kain yang telah selesai dibironi lalu diberi warna coklat (disoga) dengan ekstrak warna yang terbuat dari kulit kayu soga, tingi, tegeran, dll. Kain tersebut dicelup dalam bak pewarna hingga basah seluruhnya kemudian dianginkan sampai kering. Proses ini diulang-ulang sampai mendapatkan warna coklat yang diinginkan. Untuk warna yang tua sekali, proses ini dapat memakan waktu 1-2 minggu. Bila menggunakan zat pewarna kimia, proses ini dapat selesai 1 hari.
7) Mbabar/nglorot, untuk membersihkan seluruh lilin yang masih ada di kain dengan cara memasak dalam air mendidih yang ditambah dengan air tapioka encer agar lilin tidak melekat kembali ke kain.
Berdasarkan publikasi “Batik: The Impact of Time and Environment” oleh H. Santosa Doellah yang diterbitkan oleh Danar Hadi, terdapat setidaknya tiga tahapan proses dalam ornamentasi batik, yakni:
1. “Klowongan“, yang merupakan proses penggambaran dan pembentukan elemen dasar dari disain batik secara umum.
2. “Isen-isen“, yaitu proses pengisian bagian-bagian dari ornamen dari pola isen yang ditentukan. Terdapat beberapa pola yang biasa digunakan secara tradisional seperti motif cecek, sawut, cecek sawut, sisik melik, dan sebagainya.
3. Ornamentasi Harmoni, yaitu penempatan berbagai latar belakang dari desain secara keseluruhan sehingga menunjukkan harmonisasi secara umum. Pola yang digunakan biasanya adalah pola ukel, galar, gringsing, atau beberapa pengaturan yang menunjukkan modifikasi tertentu dari pola isen, misalnya sekar sedhah, rembyang, sekar pacar, dan sebagainya.
1) Nglowong, yakni menggambari kain dengan lilin, baik dengan menggunakan canting tangan maupun dengan menggunakan cap (stample). Sifat lilin yang digunakan dalam proses ini harus cukup kuat dan renyah. Jenis malam ini digunakan agar supaya lilin mudah dilepaskan dengan cara dikerok karena bekas gambar dari lilin ini nantinya akan diberi warna coklat. Nglowong ada dua tingkatan yaitu: ngéngréng dan nerusi (menggambar pada pemukaan kain lainnya).
2) Nembok, proses hampir sama dengan nglowong tetapi lilin yang digunakan lebih kuat karena lilin ini dimaksudkan untuk menahan zat warna biru (indigo) dan coklat (soga) agar tidak menembus kain. Bedanya dengan nglowong adalah nembok dimaksudkan untuk menahan warna, sedangkan nglowong dimaksudkan untuk menggambar dan menjadi tempat warna coklat setelah dikerok.
3) Wedelan, proses untuk memberi warna biru dengan menggunakan indigo (napthol) yang disesuaikan dengan tingkat warna yang dikehendaki.
4) Ngerok, untuk menghilangkan lilin klowongan untuk tempat warna coklat. Ngerok dikerjakan dengan potongan kaleng dengan lebar kurang lebih 3 cm dan panjang kurang lebih 30 cm yang ditajamkan sebelah, lalu dilipat menjadi 2. Alat ini kemudian disebut dengan cawuk.
5) Mbironi, kain yang telah selesai dikerok bagian-bagian yang diinginkan tetap berwarna biru dan putih (cecekan/titik-titik) perlu ditutup dengan lilin dengan menggunakan canting tangan, maksudnya agar bagian tersebut tidak kemasukkan warna lain bila di soga.
6) Nyoga, kain yang telah selesai dibironi lalu diberi warna coklat (disoga) dengan ekstrak warna yang terbuat dari kulit kayu soga, tingi, tegeran, dll. Kain tersebut dicelup dalam bak pewarna hingga basah seluruhnya kemudian dianginkan sampai kering. Proses ini diulang-ulang sampai mendapatkan warna coklat yang diinginkan. Untuk warna yang tua sekali, proses ini dapat memakan waktu 1-2 minggu. Bila menggunakan zat pewarna kimia, proses ini dapat selesai 1 hari.
7) Mbabar/nglorot, untuk membersihkan seluruh lilin yang masih ada di kain dengan cara memasak dalam air mendidih yang ditambah dengan air tapioka encer agar lilin tidak melekat kembali ke kain.
Berdasarkan publikasi “Batik: The Impact of Time and Environment” oleh H. Santosa Doellah yang diterbitkan oleh Danar Hadi, terdapat setidaknya tiga tahapan proses dalam ornamentasi batik, yakni:
1. “Klowongan“, yang merupakan proses penggambaran dan pembentukan elemen dasar dari disain batik secara umum.
2. “Isen-isen“, yaitu proses pengisian bagian-bagian dari ornamen dari pola isen yang ditentukan. Terdapat beberapa pola yang biasa digunakan secara tradisional seperti motif cecek, sawut, cecek sawut, sisik melik, dan sebagainya.
3. Ornamentasi Harmoni, yaitu penempatan berbagai latar belakang dari desain secara keseluruhan sehingga menunjukkan harmonisasi secara umum. Pola yang digunakan biasanya adalah pola ukel, galar, gringsing, atau beberapa pengaturan yang menunjukkan modifikasi tertentu dari pola isen, misalnya sekar sedhah, rembyang, sekar pacar, dan sebagainya.
0 comments:
Post a Comment